Friday, July 24, 2015

Teruntuk yang denganya aku merasa sakit


Misalnya kau mengacuhkanku, takkan aku gelisah. Anggap saja aku kini menjelma menjadi angin, tak mungkin tak kau hirup meskipun kau tak ingin.
 
Karenanya kau sebagai udara, yang dihisap dalam liku nafas hidupku yang turun naik.

Hanya sesaat saja, dan itupun membuatnya retak terbelah. Bukan sepele jika dibiarkan terlalu lama. Karena sama pentingnya dengan sikat gigi waktu malam, yang membuatmu takkan mudah tidur karena sakitnya.
 
Inginku menjadi korek api. Walau tak mampu menyala sendiri, setidaknya mampu menawarimu hangat, saat kau merasa sepi dalam dingin yang pekat. Saat mentari pagi datang terlambat.

Aku melihat kebagahiaanmu seperti melihat pelangi. Cahaya yang berada diatas kepala orang lain. Dan akupun terusir menjadi bayanganmu.

Ingin rasanya kuutarakan kepada Tuhan, betapa terusnya aku menjadi pungguk yang merindukan bulan, yang tak bertepi namun tak terbalaskan. Seperti elang malam yang mengusik kesepian malam di dahan yang hampir terpatahkan.

Maka selain dan beberapa alinea kata yang telah kujanjikan, kiranya kubaca isyarat darimu bahwa hadirku tak lagi kau butuhkan.
 
Gimana rasanya mendengarkan cerita dari dia yang kita sayang, tentang dia yang dia sayang?
Baca selengkapnya..